Books to Read about Minimalist Lifestyle

Books to Read about Minimalist Lifestyle

Posted by Jane Reggievia on 2020-06-02T11:06:00.002+07:00

Beberapa waktu lalu, aku pernah singgung sedikit tentang gaya hidup minimalis yang menarik perhatianku untuk lebih dalam dipelajari. Selama ini aku hanya 'memperhatikan' dan mempelajari tentang hidup minimalis dari berbagai vlogs dan juga sharing orang lain di Instagram.

Kok kayaknya nonton aja nggak cukup, rasanya pengen baca buku yang membahas tentang topik ini lebih dalam. 

So here you go, hari ini aku akan me-review DUA judul buku tentang gaya hidup minimalis. Selain tentang isi buku, aku juga akan menulis how I feel and my personal thoughts after reading the book. 

The Simple Guide to a Minimalist Life (Leo Babauta) 


Buku ini kutemukan secara nggak sengaja waktu strolling di Paper Clips. Jarang banget bisa beli buku di sini, biasanya cuma beli perintilan stationery *penting amat dibahas*

Anyway, back to the book.

Nama Leo Babauta ini nggak asing buatku karena duluuu sempat aktif baca blognya yang rutin membahas topik zen habits dalam kehidupan sehari-hari. Lewat bukunya ini aku baru tau bahwa Leo juga seorang minimalist

About the book 


"Cari tahu apa yang membahagiakan Anda. Abaikan yang lain, dengan begitu Anda punya ruang untuk hal-hal penting. Itu bukanlah hidup dalam kehampaan, kebosanan. Itu adalah hidup dalam kekayaan, dalam kepemilikan yang tidak berlebih-lebihan. Dan itulah kuncinya." 

Leo mencoba menekankan poin dari hidup minimalis di mana kita nggak terobsesi kepada benda-benda material atau melakukan segala aktifitas (too many things to do). Secara umum, gaya hidup minimalis adalah menginginkan hidup yang sederhana, tanpa punya banyak harta benda (yang tidak diperlukan), kekacauan dan juga pemborosan (ehem...). Hidup minimalis juga mengizinkan kita lebih punya banyak waktu untuk berkreasi, menghabiskan waktu bersama orang tersayang termasuk meningkatkan kehidupan spiritual. 

Dengan kata lain, hidup minimalis = hidup sederhana = hidup berkecukupan. 

Konsep cukup yang dijelaskan di buku ini bahwa kita nggak perlu barang yang lebih banyak, setelah mencapai titik tertentu, maka itu sudah cukup bagi kita. Menemukan batasan "cukup" memang agak tricky, dan kita nggak bisa minta bantuan orang lain untuk menentukannya. Hanya kita yang tau kapan kita merasa cukup dan nggak lagi menginginkan lebih (dalam hal ini bisa barang, jabatan dalam karir dan lainnya). 

Menerapkan konsep ini pun nggak bisa dalam semalam. Butuh waktu, butuh proses. Kebutuhan versus keinginan adalah tantangan buat kita semua (halooo para ciwik-ciwik yang ngerasa selalu butuh lebih banyak baju atau sepatu 🙈). Butuh yang namanya KESADARAN (mindful) saat menerapakan konsep hidup cukup ini. Seiring waktu, kesadaran ini yang akan membantu kita merasa puas dengan apa yang kita miliki dan siap untuk melakukan sesuatu yang membuat lebih bahagia. 

Setelah menjabarkan prinsip-prinsip dasar dan pola pikir minimalis, Leo mengajak kita untuk mulai membereskan barang-barang yang kita miliki. Mulai dari isi lemari, ruang kerja dan lainnya. Membereskan barang adalah manifesto dari pemikiran minimalis yang sudah kita terapkan. Nggak boleh kebalik nih. Karena aku termasuk yang salah kaprah tentang minimalis berarti decluttering, jadi yang dilakukan beberes dulu. Padahal harusnya yang 'dibereskan' dulu itu adalah cara kita berpikir tentang gaya hidup minimalis itu sendiri. 


Manfaat yang akan kita rasakan saat menjalani pola hidup ini, perlahan-lahan stres akan berkurang. Kita nggak lagi memikirkan hal yang ribet, nggak lagi mengerjakan hal-hal yang nggak berguna dalam hidup. Dengan kata lain, minimalis membantu kita untuk membenahi prioritas dalam hidup kita tuh apa aja, sih. Dan akhirnya, goal dari hidup minimalis adalah hidup tanpa beban berat, sederhana dan bahagia dari 'dalam'. 

My personal thoughts about the book


Secara tampilan fisik, bukunya benar-benar minimalis, nggak lebih dari 150 halaman. Isinya ringkas, padat dan jelas. Cocok banget bagi pembaca seperti aku yang ingin memulai gaya hidup minimalis, namun nggak tau harus mulai dari mana. Bahasanya pun sederhana dan nggak muter-muter. 

Beberapa bagian buku yang aku suka:
  • Terdapat kutipan-kutipan dari beberapa tokoh ternama yang menginspirasi untuk menjalankan gaya hidup minimalis. Aku share beberapa di bawah, ya. 
  • Ada pembahasan gimana caranya menerapkan minimalis dengan anak-anak maupun orang lain. Hidup minimalis dengan diri sendiri, sih, cenderung mudah, ya. Tapi kalau kasusnya seperti aku yang masih tinggal di rumah mertua plus ada anak balita juga is a real challenge. Solusinya yang ditawarkan apa dong? Simpel. Kendalikan aja apa yang bisa kita kendalikan. Mulai dari barang-barang pribadi termasuk suami dan anak. Nggak usah pusingin beresin milik orang lain meski gregettt banget liat tumpukan barang yang kurang sedap dipandang 😂 Hal yang bisa dilakukan setelah itu, memberikan contoh

Kalau kamu ingin mencoba atau memulai gaya hidup minimalis, I do recommend this book as your guidance. This book is like a go-to and also must-have item in your bag. 

Seni Hidup Minimalis (Francine Jay)


Buku ini direkomendasikan oleh salah satu praktisi hidup minimalis yang aku ikuti, Fany Sebayang. Nyari buku ini agak susah, di situs Gramedia aja kosong terus. Hampir kepingin beli versi aslinya aja di BookDepository sampai akhirnya malah dikadoin dari Creameno 😂 Maacih, yaa, Mba Eno tersayang ❤

About the book 


"Pernakah Anda menatap semua barang yang Anda beli, warisi atau teima di rumah, dan merasa pengap, bukannya senang? Apakah Anda mengalami kesulitan mengatasi utang kartu kredit, bahkan tidak ingat lagi apa saja yang telah Anda beli? Pernakah Anda berharap ada angin kencang yang meniup semua kekacauan di rumah agar bisa memulai lembaran baru?" 

Jawaban "iya" mungkin aku berikan di pertanyaan pertama, maka dari itu aku putuskan untuk baca buku ini sebagai panduan lanjut menerapkan hidup minimalis. 

Sejak awal, penulis udah memberikan kisi-kisi tentang buku ini akan bicara banyak tentang mengurangi jumlah barang yang harus kita kelola. Tapi tentu aja sebelum mulai decluttering, mengeluarkan semua barang-barang yang ada di dalam rumah, lagi-lagi kita harus menanamkan pola pikir minimalis lebih dulu. 

Salah satu prinsip minimalis menurut Miss Minimalistthat's how the author called herself, barang nggak menentukan siapa diri kita. 

Pertama, ini berbicara tentang bagaimana iklan-iklan produk di luar sana yang berusaha meyakinkan konsumen (baca: me and you) bahwa mereka layak untuk "memiliki lebih". Ambil contoh produk gadget yang mana teknologinya selalu berkembang dengan cepat. Sepertinya baru bulan lalu brand tertentu mengeluarkan gawai versi terbaru, kok sekarang udah ada yang baru lagi? 

Kenyataan tersebut membuat kita berpikir jika ingin mengikuti perkembangan zaman, ya harus update gadget kekinian juga. Padahal belum tentu kita membutuhkannya, belum tentu juga kondisi keuangan kita bisa memenuhi keinginan tersebut (keinginan versus kebutuhan lagi, kan?). 

Kedua, barang tidak menentukan siapa diri kita berbicara bagaimana kita nggak seharusnya meletakkan kebahagiaan atau jati diri pada barang-barang tertentu. Apakah kita pernah atau sering membeli barang tertentu karena kita merasa barang tersebut memberi "nilai" lebih pada diri kita? Atau kita enggan menyingkirkan beberapa benda yang ada di (gudang) rumah karena merasa barang masih memiliki kenangan tentang siapa diri kita di masa lalu? 

Di buku ini juga kita akan "bertemu" kembali dengan konsep "hidup bahagia dengan cukup". Francine menulis, "cukup adalah konsep yang sulit, cukup bagi satu orang belum tentu sama untuk orang lain". Kalimat ini mengingatkan aku pada tulisan lama yang berjudul hidup sederhana sama dengan hidup cukup, ternyata waktu itu aku sempat memikirkan tentang ini juga. 

Tapi, Francine memberikan solusi yang sederhana tentang "cukup" ini. 

"Untuk menikmati rasa cukup, perhatian kita harus tertuju pada kebutuhan. Setelah kebutuhan dasar dipenuhi, kebahagiaan kita tak lagi ditentukan oleh banyaknya barang yang kita miliki." 



Menurut penulis, "jika kita bisa melihat bahwa hidup kita tidak kekurangan dan bisa menghargai apa yang sudah kita punya, kita tidak akan menginginkan apa-apa lagi. Kita fokus pada yang sudah ada." Dengan demikian, hidup cukup mengajarkan kita untuk hidup penuh syukur. Another life concept that I value most. 

Setelah membenahi pola pikir, halaman selanjutnya dan terus sampai ke belakang akan mengajarkan kita sebuah metode membereskan barang yang disebut "STREAMLINE", kemudian memulai membereskan barang dari setiap ruangan di dalam rumah. 


My personal thoughts about the book


Berbeda dengan buku sebelumnya, Seni Hidup Minimalis ini lebih fokus dalam pengelolaan barang-barang yang kita miliki. Gimana cara membereskannya, membuang atau mendonasikan barang-barang tertentu dan lainnya yang disebutkan dalam metode STREAMLINE tersebut. Aku sendiri belum menerapkan metode ini, tapi penjelasannya rinci dan cukup jelas. Kita nggak akan ngerasa "dipaksa" untuk buang barang, tapi kita akan diajarkan gimana caranya memilah barang-barang yang kita miliki dalam beberapa kategori tertentu. 

Kendala pribadiku soal barang, adalah terlalu banyak barang numpuk yang bahkan nggak pernah aku beli sendiri, salah satu jenis barang tersebut adalah hadiah/souvenir yang biasa didapat dari acara ulang tahun, pernikahan dan lainnya. Suka bingung barang kayak gini tuh harus diapakan 😂 Nah, jawabannya bisa ditemukan lewat buku ini. 

Buat yang udah siap menjalankan hidup minimalis, baca buku ini cocok banget sebagai panduan membereskan barang-barang yang ada di rumah. 

***
Setelah baca dua buku ini, aku makin semangat untuk mencoba perlahan menerapakan gaya hidup minimalis. Aksi pertama yang udah kulakukan, beresin lemari pakaian. Ternyata banyak baju yang udah nggak layak dipakai (karena bodi sekarang udah berubah bentuk 😜) atau modelnya udah nggak kusukai. Kalau menurut konsep minimalis, isi lemari baju itu harusnya baju-baju yang modelnya timeless alias nggak ngikutin tren tertentu. Hepi dan lega banget rasanya lihat kondisi lemari yang lebih "kopong" dan diisi dengan pakaian yang disukai dan dipakai lebih sering. 

Namun, balik lagi ke poin utama. Menjalani gaya hidup minimalis nggak hanya sebatas decluttering, tapi tentang mindset alias pola pikir. Minimalis itu nggak sekedar mengelola barang, tapi juga mengelola isi pikiran dan hati. So it's a longggg process to be a minimalist. 

Semoga review kedua buku ini bermanfaat bagi teman-teman, ya. 

Apakah kalian ada yang ingin atau udah menerapkan gaya hidup minimalis? Tell me what you think! 😉