Melawan Penyakit Eksim (Dermatitis Atopik): Apa aja yang dilakukan untuk perawatan kulit eksim

Melawan Penyakit Eksim (Dermatitis Atopik): Apa aja yang dilakukan untuk perawatan kulit eksim

Posted by Jane Reggievia on 2020-07-15T15:47:00.003+07:00
picture credit: pinterest

Setelah dua tahun lamanya, I'm backkk with my eczema story update! 

Biar lebih jelas, aku coba ngulang, ya, tentang apa itu eczema atau eksim. 

Eczema atau dikenal juga dengan nama medisnya, dermatitis atopik adalah suatu kondisi kulit yang sangat kering dan teriritasi, sering timbulnya radang yang ditandai ruam dan gatal-gatal. Kondisi ini seringnya dialami oleh anak-anak dan akan terus kambuh-kambuhan hingga dewasa. 

Dalam kasusku sendiri, aku baru mengalami eksim sekitar dua tahun yang lalu. Eksim yang kualami adalah bawaan genetik dari orangtua (mama). Kedua adikku sudah battling with eczema since they're young. 

Btw, sebelum lebih lanjut aku ingin memperingatkan, akan ada beberapa foto kondisi kulitku yang mungkin aja menganggu pandangan kalian. 

Eksim itu awalnya kering, lama-lama menimbulkan rasa gatal yang kadang-kadang ruar biasak sampai ingin digaruk terus. Kalau udah digaruk, yaudah deh. Tinggal tunggu berdarah, kemudian menyisakan luka seperti sayatan yang perihnya aduhaiii... )': 

Sejak mengalami eksim, aku nggak pernah ke dokter untuk memeriksa keadaan kulitku. Alasannya murni malas aja. Lagipula, mama dan kedua adikku udah terbiasa menjalankan perawatan eksim, aku cukup tanya-tanya dengan mereka termasuk konsultasi salep obat yang bisa  dipakai. 

Harusnya aku curiga kenapa kulitkuterutama area kakisangat kering sampai bersisik sejak kecil. Aku pikir ini karena keseringan di ruangan ber-AC dan dulu memang jarang makan sayur. Pakai pelembab pun bolong-bolong. Setelah kena beneran, baru deh sadar kulit kering ini cikal bakal eksim yang kualami sampai saat ini. 

Kondisi eksim bisa berbeda-beda di setiap kulit. Ada yang hanya berupa ruam kemerahan, ada juga yang kering mengelupas dan lain-lainnya. Eksim ini bisa muncul di area kulit mana pun, suka-suka dia lah pokoknya. Eksim yang paling sering aku alami adalah seperti luka sayatan kecil dan selalu berada di area jari-jari kedua tanganku. Kira-kira seperti ini: 

Kondisi kulitku sekitar bulan September 2019. As you can see, kulitku super duper kering. Nggak usah ditanya sakitnya kayak apa (':

Seperti yang kubilang, pemicu utama eksim adalah kulit yang sangat sangat kering. Itulah sebabnya kenapa penderita eksim harus sering-sering memakai pelembab, supaya kondisi kulit tetap terjaga dan eksim nggak sering kambuh. 

Sejauh ini, aku udah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi problema kulit ini, salah satunya adalah dengan memilih beberapa produk skincare yang ramah dengan kulit eksim: 

1. Sabun mandi bayi 

Setelah eksim kian membandel, kulitku udah nggak sanggup bersentuhan dengan sabun mandi pada umumnya. Kena guyuran air aja mau nangisss kalau tangan sedang luka, gimana mau oles sabun mandi biasa? Untung punya bayi di rumah, jadi bisa nebeng deh dengan sabun mandinya. 

2. Pelembab (moisturizer)

NAH INI YANG PENTING. 

Penderita eksim atopik harus harus HARUS berteman baik dengan pelembab. You have to apply moisturizer all-the-time. Khususnya setelah mandi dan cuci tangan, atau jika kamu sering beraktifitas dalam ruangan ber-AC seperti aku. 

Selama dua tahun ini, aku bolak-balik mencoba beberapa produk losion, mulai dari yang dijual di supermarket sampai yang mahal. 

Akhir tahun 2018, kondisi kulitku sedang parah-parahnya. Ruam hampir di seluruh area tangan sampai di bagian dekat siku. Area jari nggak usah ditanya deh, kulitnya mengelupas dan gatalnya minta ampun. Aku pun iseng curhat tentang kondisi kulit saat itu melalui snapgram. Di luar dugaan, beberapa teman merespon tentang produk-produk yang mungkin bisa aku gunakan, salah satunya ada yang menyebutkan losion mehong dari Perancis, yaitu La Roche-Posay

Si La Roche ini terkenal di kalangan orang-orang yang bermasalah dengan kulit kering, prone skin, berjerawat dan termasuk eczema. Temanku memberikan referensi beberapa akun instagram yang sering me-review produk ini. Aku nggak pernah berani membeli produk mahal karena sayang uang dan kuatir efeknya nggak seberapa. Namun, karena saat itu lagi capek-capeknya dengan si eksim yang meradang dan nggak kunjung sembuh, aku memutuskan untuk beli losiong La Roche ini via Shopee. Mindset-nya saat itu "ada harga, ada barang, ada kualitas". Yaudalah, kali emang gue cocoknya sama produk mahalan. Maybe this worth to try. Maka demikian, melayang lah uang 300an ribuku 💸

Gimana hasilnya? 

To be honest, produknya memang sangat gentle di kulit keringku. Ada sedikit bau yang khas keluar dari produk ini. Tapi aku nggak begitu terganggu, sih. Setelah beberapa bulan memakai rutin, kulitku nggak sekering sebelumnya. 'Sisik' mulai terlihat samar meskipun masih terlihat kalau terpapar langsung oleh sinar matahari. 

Namun, aku memutuskan untuk nggak menghabiskan losion ini dan menghibahkannya pada mamaku. Setahuku waktu itu mama memang nggak memakai losion khusus kulit kering. Karena kondisi eksimnya jauh lebih parah dari aku dan lebih tergantung pada obatnya. 

Produk yang kupakai selama tahun 2018-2019 untuk perawatan eksim

So, I began to find another good lotion for myself again, dan pilihanku pun jatuh padaaa... Derma365!

Aku beli ini di Guardian aja kok, harganya affordable, di bawah 100k malah. Kayaknya waktu itu lagi diskon, sih. Bahkan harganya lebih murah dari Cetaphil. Good deal banget, kan. Sebelum beli pun aku sempat lihat review di salah satu blog, dia pun swears by this product. Okelah, let's give it a try

And how was it? 

It was pretty great! Tekstur dan 'baunya' tetap khas gentle lotion, tapi nggak sekuat La Roche. Terus yang kusuka, langsung menyerap ke dalam kulit jadi nggak lengket. Btw, later did I know, losion La Roche yang kubeli itu bukan khusus yang eczema, melainkan produk losion yang biasa untuk kulit kering. Jadi rupanya mereka ada produk khusus namanya Lipikar Eczema Cream yang bisa digunakan sebagai alternatif krim yang mengandung steroid. 

So far so good with this current moisturizer. Kemungkinan besar aku akan repurchased

3. Salep obat 

Last but not least, untuk beberapa kasus eksim yang agak parah, mau nggak mau harus bergantung pada salep/krim obat. Atas resep dokter, ya, tentunya. 

Sejak salep Inerson ku habis, aku nggak pernah beli salep apapun lagi. Selain dirasa nggak begitu cocok dengan obat tersebut, aku mau coba treatment alami aja alias tanpa obat-obatabn. Ceritanya sok, kan. Nggak mau ah ketergantungan dengan obat dokter. Aku pasti bisa! 

Nah, entah kebetulan atau gimana, tahun 2019 itu eksimku jarang kambuh. Kalau kambuh pun, nggak separah sebelumnya. Ya, tetap gatal, sih. Tetap merah-merah meradang juga, khususnya kalau kena paparan sinar matahari, perihnya banget nget nget. Apalagi tahun lalu aku lebih sering keluar rumah karena harus nganter Josh sekolah, dan mobilitasku pun kebanyakan menggunakan ojol. Bandelnya lagi, aku jarang pakai jaket atau pelindung tangan.

Tiap kali gatal, aku diamkan aja dan pakai losion yang banyak. Perlu diingat, pengaplikasian losion  sebanyak apapun sebenarnya nggak akan meredakan rasa sakit eksim yang sudah terlanjur luka. Tapi karena akunya bebal, ya pake aja terus sampai tanganku licin. Malah pernah aku nekad mengusapkan VCO pada jari yang luka. MAKNYUS YAAA PERIHNYA ((''''': 

Gatal pun semakin terasa ketika malam menjelang tidur. Biasanya aku minta suami untuk bantu usap-usap supaya gatalnya mereda. Suami tuh gemes tiap kali ngusapin jari-jariku yang semakin kasar, "Kamu pake obat gih. Ini kasian banget kamu tiap gatal harus kayak gini", dan kujawab santai, "nggak ah, udah biar aja." Padahal dalam hati ingin berteriak, "INI GATAL BANGETTT NDA KUATT LAGI!"

Sampai tiba-tiba pandemi ini datang, kita semua tak terkecuali harus rajin cuci tangan dan menggunakan hand sanitizer jika berada di luar. Aku pun turut protokol (dan karena parnoan juga, sih), di awal masa-masa swakarantina itu aku cuci tangan hampir tiap beberapa menit. 

Then, the nightmare has come. 

Suatu hari, entah mengapa jari-jari tanganku ruam lebih parah daripada biasanya. Ujung-ujung jari dekat kuku mulai mengelupas dan timbul rasa gata yang minta ampun. Yang tadinya nggak mau menggaruk, akhirnya kugaruk juga sampai aku bisa merasakan seluruh tubuhku merinding karena rasa gatal yang menggila tersebut. Josh pun bingung melihat emaknya yang kayak cacing kepanasan tiap kali gatal menyerang, "Mama, are u okay? Mama gatal ya?", yang kujawab dengan air muka ingin menangis. 

I can't take this anymore. 

Akhirnya, aku menghubungi salah satu dokter kulit melalui aplikasi Halodoc. Pecah telor juga deh gue ke dokter kulit, meski nggak secara langsung, sih. Malah milih dokternya random, yang penting dapet resep obat supaya bisa mengatasi eksimku ini. 

Setelah konsul dan memperlihatkan keadaan kulit saat itu melalui foto, dokter pun meresepkan dua salep obat, serta satu jenis obat minum. Kebetulan obat minumnya kosong di apotek, jadi aku perawatan hanya dengan salep obat. Dokter juga menganjurkan untuk tetap rajin memakai losion setiap selesai cuci tangan, kemudian menghindari sementara daging ayam dan telur supaya meredakan inflamasi pada kulit eksim. Sedihhhh, aku cinta ayam banget padahal. Huhuhu. 

My current holy grail
(salep obat ini harus menggunakan resep dokter ya) 

Entah sugesti atau memang obatnya cocok, gatalnya langsung mereda lho! Keesokan harinya pun, ruam-ruam di jari tangan mulai 'kalem'. Kulit yang mengelupas masih ada, sih, tapi udah nggak begitu gatal. Tadinya kupikir ini hanya efek sementara, namun sampai hari iniudah sebulan lamanya sejak pakai salep tersebut-obat ini bekerja dengan baik di bagian yang sedang meradang. 

But then you may ask, apakah dengan bergantung pada produk-produk di atas cukup untuk mengatasi problem kulit eksim ini?
 
Jawabannya, tentu saja nggak (: 

Produk skincare sampai obat salep yang kugunakan sampai hari ini hanya faktor pendukung supaya kulitku lebih bekerja maksimal dan meredakan rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Lebih daripada itu, masalah kulit ini tentu harus dibenah dari 'dalam'. Mulai dari pola makanan sampai kesehatan mental. Inget, kan, pemicu eksim ini ada banyak. Bukan cuma soal kulit kering, alergi debu atau makanan tertentu. 

Dua tahun mencoba berdamai dengan eksim, aku bolak-balik mencari tau pemicu utama penyakit ini. Ternyata bukan dari makananwell, beberapa ada sihmelainkan faktor pikiran alias stres! 

Diingat-ingat kembali, saat pertama kali aku mengalami eksim itu bertepatan dengan momen proses menyapih Josh. Iya, sih, itu lagi di puncak stres sepertinya. Pusing anak mau lepas nenen, pusing pola makan dia yang sangat picky. Alasan faktor stres ini semakin kuat di saat aku kembali mengingat beberapa masalah dan pikiran yang menganggu ketenangan hati beberapa waktu yang lalu. Di situ lah eksimku mulai kambuh. Radang lagi, luka lagi, gatal lagi. Gitu aja terus. Wah ternyata benar, mental yang lagi drop sangat mempengaruhi kesehatan. Dalam kasusku, ya si eksim ini. 

Kondisi kulitku hari ini. Sooooo much better than before, meski ada luka seperti sayatan kecil yang sedang dalam proses healing. Sejak rutin memakai pelembab lagi, kedua salep obat yang kupakai di atas serta makan sayur lebih banyak, my skin condition is getting better. Not perfect, but better. 

Next chapter of this eczema story, aku bakal cerita gimana rasanya menjadi penderita eksim. So until the next post and thank you for reading this article

P.S. untuk teman-teman atopik seperjuanganku, you got this. We got this. ❤