Mengejar Mimpi Setelah Punya Anak

Mengejar Mimpi Setelah Punya Anak

Posted by Jane Reggievia on 2019-07-16T17:53:00.001+07:00

Baru aja beberapa hari yang lalu, sebelum tidur malam aku sempat scrolling Instagram dan menemukan salah satu postingan dari blogger idolaku yang memberikan info bahwa dia akan mengajar di sebuah workshop yang bertemakan behind the scene of a content creator bulan Agustus mendatang. 

Salah satu resolusiku yang tertunda tahun lalu adalah mengikuti kelas apapun yang berhubungan dengan hal yang kusuka, ya blogging, creative writing atau mengambil sertifikat resmi menjadi barista sekalian. Makanya begitu melihat info workshop tersebut, spontan aku heboh banget dong sampai suami bingung. Eh, nggak sampai semenit, aku pundung sendiri karena melihat lokasi di mana workshop tersebut diadakan: BSD, Tangerang! 

Hah? Emang kenapa dengan BSD? Tinggal naik mobil ke sana beres tho? 

Gampangnya memang begitu, kan. Tapi dengan kondisi aku yang belum bisa nyetir mobil dan tinggal di Bogor, rasanya kok jauh amat. Mana jatuhnya di hari weekend, traffic pasti lebih padat. 

Akhirnya aku bete sendiri. Kebayang nggak enaknya bobo malem dengan kondisi kayak lagi patah hati. 

Keesokan harinya, aku udah kayak nggak terlalu mikirin soal workshop tersebut. Tapi masih ngayal gimana kalo aku sebenarnya bisa ikutan? Gimana kalo ternyata aku bisa write or blog better setelah kelas ini? Plusss, kapan lagi aku bisa ketemu dengan idolaku ini? Rasanya masih nggak rela harus mengabaikan cita-cita karena di jarak Bogor-BSD doang. Yaelah, masa kalah sama pejuang LDM?? 

Seperti ngeh karena istrinya ngambek, suami pun WA di tengah hari. Isinya kurang lebih menanyakan apakah aku bete karena soal ini semalam, yang mana aku jawab blak-blakan aku kesal aja kenapa di saat ada kesempatan untuk mengejar mimpi selalu terhalang sesuatu. Terus, suami mention kalimat seperti ini: "Inget nggak teman kita pernah bilang kalo punya anak harus bisa tahan-tahan keinginan sendiri?" 

EMOSI KEPANCING DONG BUNDAAAA

Tapi aku nggak marah kok dengan suami, nggak sama sekali lho. Bisa dikonfimasi langsung pada yang bersangkutan. IYA NGGAK MARAH TAPI CAPSLOCK JEBOL ðŸ¤£ðŸ¤£ðŸ¤£

Tapi serius nggak marah. Ini hiperbola aja biar bacanya nggak monoton *dipertegas kembali*

Aku 'kepancing' di kata kunci: menahan keinginan sendiri karena anak

To be honest, aku sama sekali nggak mikirin tentang yang disinggung suami. Aku malah kaget ternyata suami sempat berpikir aku nggak mau repot bawa-bawa Josh ke BSD nemenin aku kelas. Selain akunya nanti susah fokus, anaknya takut bosen. 

Kita flashback dulu ke sekitar dua tahun yang lalu. 

Waktu itu Josh belum genap 2 tahun dan aku masih mencoba untuk adjust hari-hari menjadi ibu rumah tangga yang pengen tetap produktif. Iya, udah satu setengah tahun lamanya aku masih kagok melakukan ini itu karena merasa 'terbatas'. Beberapa kali kesempatan datang seperti join classes, kerjaan di luar rumah ataupun untuk "me-time", selalu aku urungkan niat dengan alasan "gue punya bayi, nggak dulu deh." 

Keseringan begitu, aku malah merasa bersalah, baik kepada Josh maupun diriku sendiri. Kok mau melakukan sesuatu untuk diri sendiri aja repot ya, kenapa jadi ngeribetin anak dan lainnya. Kak Anya aja woles banget lho ke event dan kerja sana-sini bareng anaknya. Jadi sebenarnya halangannya itu di mana? 

Dan aku menemukan jawabannya tersebut di setahun belakangan ini, tepatnya, sih, ketika Josh udah selesai disapih

Aku mengiyakan ada masanya mengerjakan sesuatu tuh "ribet" karena punya bayi. Sebenarnya bukannya rempong, tapi lebih ke prioritas dan adjusting, iya nggak sih? Apalagi emang keputusan aku dan suami sendiri yang nggak memakai helper. Istilahnya, you gain some you lose some. Waktu bersama anak menjadi lebih banyak, namun di samping itu aku harus rela mengesampingkan keinginanku pribadi untuk sementara waktu. 

Kata kunci kedua: sementara

Jadi nggak selamanya kok mengabaikan mimpi demi anak. They will grow up eventually. Contohnya, ya seperti sekarang ini. 

Jujur aku nggak terganggu untuk bawa Josh ke mana-mana. Orang lihatnya ribet, malah banyak yang komentar Josh yang kasihan harus melulu ikut mamanya. Oke, aku setuju. Ada saatnya aku pun enggan ngajak Josh, apalagi kalo ada urusan penting aku juga inginnya Josh di rumah aja. But thank God we always find the win-win solution, di mana anak senang, orangtua pun tenang. 

And you know what, justru sejak Josh lahir pun aku malah lebih sering ngeblog, dan karena blog ini juga aku bisa dapet tawaran nulis di tempat lain (meskipun nggak sering, but the recognition makes me happy), dapet sponsored job pertama kali dan kenal dengan beberapa teman baru.

Balik lagi ke cerita di atas. 

Bukannya marah baca isi WA dari suami tersebut, justru aku ketawa. Ya, suami nggak bisa lihat juga, sih. Aku malah nyantai aja lho balesnya. Aku bilang aja ke suami aku nggak apa-apa banget kalo memang harus bawa Josh. Malah udah plan untuk ajak mbak di rumah untuk nemenin Josh selama aku ikutan kelas dan minta tolong supir langganan mertua untuk antar ke BSD. Beres!

Syukurlah respon suami juga positif (makasih yaa kamu terbaik!), aku dapet izin untuk ikutan workshop bulan depan and yes... I'M FREAKIN EXCITED! Rasanya nggak sabar untuk mencoret di daftar resolusi 2019 ini yang sebentar lagi tercapai. 

Sebenarnya rencana ikutan workshop ini nggak mau dibesar-besarkan menjadi sebuah postingan blog, kata orang tua pamali. But I don't care, I am happy thus I want to share it here. 

Jadi untuk buibuk seperjuangan yang pernah atau sedang merasakan hal yang sama, nggak usah feeling guilty karena semuanya pasti ada jalan dan waktunya. Yang penting waktu kita bersama anak itu jangan pernah disesali karena itu yang nggak bisa kembali. Ikutan kelas masih bisa kapan-kapan, terima tawaran kerja pasti akan ada momennya, me time pun bisa diatur supaya tetap bisa berjalan tanpa harus meninggalkan anak. Aku bisa ngomong gini karena udah melewati.

So, harap sabar dan tetap semangat, ya! (: