Self Quarantine Diary

Self Quarantine Diary

Posted by Jane Reggievia on 2020-04-08T09:15:00.001+07:00
Photo by Samantha Gades on Unsplash

Entering the fifth week of quarantine. How's your life going so far? Semoga semuanya dalam keadan baik-baik saja ya (:

Genap sebulan Indonesia berjuang melawan pandemi corona ini. Everyone is doing their best part today, entah yang duduk di pemerintahan, para tenaga kesehatan dan frontliners (you guys are the best, thank you), orang-orang yang melakukan praktik social distancing, termasuk aku dan mungkin di antara kalian yang diam #dirumahaja.

Apa yang sedang dihadapi sekarang ini, mengingatkan aku kembali bahwa ada banyak hal yang terjadi di luar kendali kita. Nggak ada yang menginginkan hal buruk terjadi, termasuk pandemi ini. It's all beyond our control. Mendengar suara dan lebih mengandalkan Sang Pencipta adalah bagian paling dasar yang bisa kita lakukan hari-hari ini. Dari pengalamanku selama sebulan, sepertinya Tuhan emang sengaja mengambil kesempatan ini supaya aku lebih banyak berdiam diri dan mendengar suara-Nya lebih sering.

Anyway, isi blog post hari ini murni curhatan aja, sih. Kepalaku agak penuh belakangan ini jadi baiknya dituangkan aja di sini. So, here we go. 

Apa aja yang dirasakan selama karantina di tengah pandemi ini: 


1. Slowing down and enjoying routine more.
Padahal dengan adanya home learning dan worksheets dari sekolah Josh, sebenarnya nggak membuatku lebih santai. I choose to take it easy. Kalau anaknya mau ngerjain, hayuk. Kalau mau main dulu, gapapa juga. Sempet, sih, aku kayak kesel sendiri tiap kali Josh males-malesan ngerjain PR-nya. Aku cuma bisa ngingetin diri sendiri, "Dia baru umur 3,5 tahun, udahlah nggak usah terlalu galak." 



Selain itu, aku juga punya banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang biasanya jarang dilakukan, dan itu adalah exercising dan masak.

Olahraga nggak pernah menjadi prioritas di agendaku. It's the very last thing I could do in a day. Tapi sejak rutin workout tiap pagi, sekalinya nggak gerak, malah rasanya aneh dan mood swing dong. Little did I realize, aku sangat membutuhkan endorfin yang dihasilkan setelah berolahraga. Google aja kalo yang nggak paham 😜

Kalau dalam hal masak, aku lebih sering eksperimen resep di dapur, Mulai dari bikin risoles (from scratch!) sampai sate babi untuk pertama kalinya. That's crazy. This what actually quarantine has made me into.

Btw, ini bikinnya berjam-jam, abisnya cepet banget! Panic eating apa gimana sih? 🤣

2. Quality time bertiga jadi lebih sering. 
Karena jam kerja suami sekarang hanya setengah hari, rasanya seneng banget bisa makan siang bareng suami di rumah, Josh juga bisa main lebih lama dengan papanya dan saat jam tidur siang Josh, aku dan suami bisa colongan nonton film bareng sambil ngemil-ngemil.

Mungkin ini yang namanya blessing in disguise, ya.

3. Trying to be more helpful and spread kindness. 
Nggak banyak orang yang punya privilege untuk kerja dari rumah. Ambil contoh driver ojol, yang pemasukannya pasti menurun drastis dibandingkan di hari-hari normal. Apalagi sekarang mereka nggak boleh narik penumpang. Makanya, aku mencoba untuk play my part di sini. Sesekali food delivery, traktir atau kasih tips lebihan untuk mereka. Nggak tega rasanya di saat aku bisa rebahan sambil mencari uang dari rumah, sementara mereka harus tetap ada di luar untuk kasih makan keluarga. If I find something (even a little) I can do for them, I have to.

4. Belajar untuk nggak kuatir berlebihan.
Mengutip dari apa kata pastor kami di khotbah kemarin, takut atau kuatir itu adalah hal yang manusiawi, tapi jangan sampai membiarkan itu menguasai diri kita. Tuhan nggak

Pandemi ini nggak lain dari badai yang biasanya 'mampir' dalam kehidupan kita. Dan sama seperti badai lainnya, pandemi ini pun akan berlalu meskipun kita nggak tau kapan dia akan pergi. But what matters what we choose to do and respond to each day.

Coba pikirin deh: setelah badai ini berlalu, kira-kira kita bakal menjadi orang yang seperti apa? Apakah kita jadi lebih panikan? Lebih parnoan? Nggak mau bersentuhan dengan orang lain atau malah nggak berani keluar rumah sama sekali? ATAU, kita malah lebih menghargai waktu dan orang-orang yang ada di sekitar kita dan nggak lagi take everything for granted karena udah pernah ngerasain badai itu sebelumnya.

Again, you choose. 

5. Tentang merasa cukup.
Seorang teman beberapa waktu lalu mengingatkan tentang ini. Aku pun baru ngeh saat mulai bisa menemukan ritme beraktifitas di rumah.

Ternyata banyak hal-hal sederhana yang bisa dinikmati setiap hari itu didapatkan di dalam rumah. Mulai dari makanan sampai hiburan; tempat tidur, tumpukan buku, laptop/TV untuk nonton, stok telor yang ada di kulkas—apa, sih, yang nggak dibikin dari telor?—dan hal lainnya yang bisa kalian sebutkan sendiri. Semua hal sederhana ini mengingatkanku kalau aku cukup dengan apa yang kupunya.

Mungkin untuk sebagian orang susah, ya, untuk merasa cukup selama di rumah. Apalagi mungkin yang nggak terbiasa work from home atau nggak biasa di rumah aja. Small tip from me: practice gratitude. Saat kita udah terbiasa bersyukur, pasti lebih mudah menghargai hal-hal kecil yang ada di sekitar kita.

AMEN.