Sukses Menurut Kamu dan Aku

Sukses Menurut Kamu dan Aku

Posted by Jane Reggievia on 2019-01-11T17:08:00.000+07:00
One day, me and hubby having this quite "serious" talk about success. 

Trigger percakapan tersebut karena kita 'menemukan' beberapa orang di sekitar mencapai sesuatu yang besar dalam hidup mereka. Ada yang baru naik jabatan, ada yang bisnisnya lagi laris manis, ada yang berangkat traveling lagi, ada yang pindah ke rumah baru, dan lain-lain.

Di saat yang bersamaan, beberapa komentar dari sekitar mulai terdengar:

"Wah, dia sukses banget ya sekarang. Tokonya udah banyak cabang."
"Eh, dia berangkat ke Jepang lagi lho bulan depan. Tahun ini udah ketiga kalinya. Sukses banget ya dia sekarang."

Kemudian, kening ini berkerut. Apakah sukses itu selalu dihubung-hubungkan dengan pencapaian materi? Apakah selalu yang berhubungan dengan harta kekayaan?

Dia sukses, rumahnya besar dan mewah.
Dia sukses, suaminya kaya dan usahanya di mana-mana.
Dia sukses, mobilnya gonta-ganti terus.
Dia sukses, bisa keliling dunia.
Dia sukses, jabatan dan gajinya tinggi.

All about material things.

Yes, we need money. Ada saatnya di mana kita merasa butuh banget uang untuk bertahan hidup. Untuk ngembangin usaha, nyekolahin anak, bayar hutang, cicilan rumah dan sebagainya. Of course, kita harus giat kerja untuk mendapatkan itu semua. Tapi, apakah kita harus punya duit banyak dulu baru disebut sukses?

Udah banyak artikel di luar sana yang membahas soal kesuksesan. Surely it does lots of thoughts and opinions about being success. Salah satunya yang menjadi favoritku, adalah sebuah quote dari Maya Angelou.
"Success is liking yourself, liking what you do, liking how you do it." 
Aku coba mengartikan quote tersebut dengan pemahaman pribadi, ya. And this is gonna be a long post. So bear with me, grab a drink and let's start. 

1. Liking yourself. 
Topik self-loveself-acceptance ini lagi sering diangkat. Karena memang makin ke sini banyak orang yang sulit untuk menerima keberadaan dirinya. Bahkan untuk seseorang yang kita anggap udah living their best life pun ternyata mereka berjuang untuk melawan depresi.

Menurutku, ini salah satu bentuk kesuksesan yang harus bisa dicapai oleh segala usia. Nggak terbatas untuk anak muda, semua kalangan harus bisa mencintai dirinya sendiri.

Btw, konsep "cinta diri sendiri" bukan berarti selfish atau narsis, ya. Pengertian gampangnya, seseorang harus bisa mencintai dirinya sendiri baru bisa mencintai dan menerima keberadaan orang lain.

Self-love bukan sekedar suka dengan bagian positif dari diri kita, tapi juga bisa memahami dan mau belajar untuk mengubah kekurangan dalam diri.

Satu hal yang masih jadi PR banget, aku masih suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain, khususnya dalam hal pencapaian hidup. Sekarang udah jauh lebih baik, sih. Soalnya suka malu, udah status emak-emak kok masih suka jealous sama orang lain. Ada anak kecil di rumah yang look up banget lho sama mama papanya. Nggak boleh gampang iri!

Dalam rangka mencoba untuk mengenal diri sendiri lebih lagi, beberapa waktu lalu aku ikutan mini course dari Rahne Putri, judulnya mindful analysis: 30 days of writing and thinking.

Cara kerjanya, setiap hari akan ada pertanyaan, kemudian kita jawab di buku jurnal pribadi. Nggak usah di-publish jawabannya, karena ini murni untuk diri sendiri. Setiap pertanyaan dijawab dengan jujur dan nggak usah terburu-buru. Cari waktu sekitar 10-15 menit khusus untuk nulis ini. Buat ibu-ibu rumah tangga kayak aku, mungkin bisa pas anak tidur kali, ya. Harapannya dengan journaling ini, we get to know ourselves better and deeper.

Nggak bosen-bosen aku promosiin manfaat journaling, because it really helps myself. Buat yang mau coba juga, monggo ke akunnya Kak Rahne aja. Siapa tau bermanfaat.

2. Liking what you do and how you do it.  
Tentang dua poin terakhir ini, aku udah pernah cerita sebetulnya di postingan ini. Aku bakal cerita ulang karena emang momen inilah yang membentuk karakter aku banget, baik sebagai ibu maupun sebagai seorang "Jane".

Udah hampir dua tahun lebih aku full mengurus Josh di rumah. Full di sini maksudnya bener-bener di rumah, nggak ada kerjaan sampingan (ya ada, sih, cuma nggak yang gimana-gimana banget), dari pagi sampai malam Josh liat muka mamanya terus. Waktu 24/7 bener-bener aku dedikasikan untuk Josh.

Seiring Josh bertambah besar, banyak challenge yang harus dihadapi, salah satunya fase tantrum yang bikin aku syok berat. Pasalnya, sebelum 2 tahun itu Josh anak yang kalem. Di luar pun Josh sangat manis, ini diakui oleh setiap orang yang kita temui. Tiba-tiba anaknya hobi throwing tantrum di rumah, gimana mamanya nggak panik?

Awal-awal menghadapi Josh lagi tantrum, percayalah, emaknya seringkali bisa ikutan tantrum, bahkan nangis di kamar mandi sendirian. Aku lebay? Bisa jadi. Tapi mungkin ibu-ibu yang pernah menghadapi anaknya tantrum bisa memahami, meski jenis tantrum tiap anak bisa berbeda-beda.

Frekuensi di mana aku bisa bersabar dan kalem menghadapi tantrumnya Josh, mungkin bisa dihitung jari. Masih bisa dihitung pakai jari pun udah pencapaian luar biasa buatku. Berarti ada masa-masa di mana stok kesabaranku berkelimpahan.

Namun seringnya, aku gagal mengelola emosi diri sendiri. Bukannya bantu menenangkan anak, malah ikutan tantrum. Rasanya udah capek, this is too much, mau sampai kapan kayak gini. There was a time I was like, "I'm done with this, I can't handle him alone anymore. I want to hire a professional nanny for help."

Kemudian ada sebuah suara kecil berbisik, "Eh, keputusan untuk jadi jagain Josh di rumah, kan, datang dari diri kamu sendiri. Masa kamu mau seenaknya ninggalin dia dengan pengasuh? Terus, kamu mau ngapain?"

Iya, ya. Panggil nanny ke rumah, terus aku ngapain? Tanggung jawabku menjadi seorang mamanya Josh apakah berhenti begitu aja?

Tiba-tiba aku diingatkan masa-masa Josh baru lahir, di mana pertama kalinya aku harus rela mengorbankan waktu tidur malam, belajar ganti popoknya, mikir keras apa yang harus dilakukan kalau Josh demam, sukses menyapih dan banyak milestone lainnya yang udah berhasil dilewati. Masa baru drama tantrum gini aja udah mau nyerah? Pakabar entar dia usia sekolah? Terus nanti dia jadi anak abege dst?

Singkat cerita (ini sih udah kepanjangan ya?), we did our way to end this drama. Teori yang udah dibaca di berbagai sumber nggak bisa diterapkan, ya pake cara sendiri aja lah. And thank God, the battle was over. Josh semakin oke dalam controlling his emotions. Aku pun bisa belajar menerapkan self-care di tengah kejenuhan menghadapi drama tersebut. Yes, a mother should practice self-care for parenting-survival.

Hubungan cerita di atas dengan poin liking what yo do ini apa dong?

Karena menurutku, menjalani peran sebagai seorang ibu itu harus ikhlas. Memang sulit, coba aja tanya nyokap masing-masing, susah nggak ngurus kita dari kecil sampai sekarang ini.

Dan bukan sekedar tanggung jawab. Semua yang udah berstatus ibu harus tanggung jawab dengan anaknya masing-masing. Yang berbeda itu caranya aja. Makanya beberapa waktu lalu aku pernah share di IG story, mengelompokkan ibu ini ibu itu, cara ini versus cara itu, tuh udah nggak zaman. Karena yaa kita tuh emang punya cara sendiri-sendiri. Liking what you do and how you do it. Kalo ketemu masalah, ya find another way. Change our perspectivesParenthood drama nggak berhenti sampe di level tantrum doang. Akan banyak tantangan lainnya yang harus dihadapi seiring si anak tumbuh dewasa. Tantangan berbeda, cara menghadapinya juga pasti berbeda.

So for me, menjadi "sukses" itu bukan sekedar punya harta melimpah atau punya status tertentu. Menjadi sukses itu bukan akhir sebuah tujuan. Success is a journey. Segala sesuatu yang bentuknya materi, kekayaan, itu semua bonus dari hasil kerja keras kita.

Kalo ukuran sukses dinilai materi, jujur aku minder, sih. Karena nggak pernah ngerasa udah sukses secara materi. Yang penting mah hidup cukup, ada makan sehari udah bersyukur. Tapi nggak berarti aku nggak suka dengan pencapaian materi orang lain, ya. Justru ikut senang lah. Apalagi tau kalo ybs emang udah kerja keras banget jadi mereka bisa punya ini dan itu. They deserve that. Plus, masa iya kita mau komentar tentang rezeki orang. Sama juga kayak mahasiswa yang udah mati-matian nyelesain skripsi dan mereka berhasil lulus sidang. Itu bisa dibilang sukses juga lho. But life goes on. Banyak yang harus dikerjakan lagi setelah lulus kuliah.

On a side note, sukses selalu berhubungan dengan nilai-nilai kehidupan. Kalo ingin sukses, jangan pernah lupa untuk selalu punya tujuan hidup, terus berkarya dan nggak lupa berbagi dengan orang lain.

Sebagai penutup, aku juga mau bagiin pendapat teman-teman lain tentang sukses. Sebelumnya, baca blog post barunya Mba Leija juga dong tentang sukses. POV-nya keren sekali deh!

Here are few what my friends said about success: 

"Success it's when you feel content about your life. Not only things you can touch with hands (money or food) but things you can feel with your heart, like being loved, relationship with your spouse or friends, etc." - DL, 28, physician.

"Being able to live a life I want to live." - A, 26 y.o, an old friend

"I think everyone's definition of success changes depending on where he or she is in or her life's journey. For me, at this point in my life, success is simply living a good life. Cooking hearty dinner for your husband or baking bread for breakfast, having dinner with your sister on the weekend, and opening that bottle of wine once in a while. What I associate most with success can actually be summed up in what Peeta said in The Hunger Games: "If I'm going to die, I want to still be me." Whatever the goal is, however hard the journey is, no matter how big the success that comes with it is, I hope I will still have the courage to be true to myself. That, for me, is a success." - Marcella Purnama, 25, writer/housewife.

"Success for me is to be able to achieve goals, and my daily goal is to always elevate in life. Misalnya, kalo anak SMA targetnya adalah lulus kuliah sampai S2. Terus udah lulus S2 target berikutnya punya pekerjaan tetap dengan gaji yang oke. When we can achieve that goals, for me it's a success, sih. Arti sukses itu sendiri selama kita hidup akan terus berubah seiring kita bertumbuh." -K, 27, dream achiever

***
Jadi, sukses menurut kamu apa? (: